Rabu, 19 Maret 2014

Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Siantar

PENGARUH BISNIS RITAIL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH SIANTAR

Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
            I.1 LATAR BELAKANG .....................................................................................  2
            I.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
            II.1 DEFINISI RITEL ............................................................................................ 3
            II.2 KLASIFIKASI RITEL .................................................................................... 3
            II.3 PENGARUH BISNIS RITEL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI di DAERAH SIANTAR ......................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP
            KESIMPULAN ...................................................................................................... 9
            DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9















BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG
Bisnis ritel, merupakan bisnis yang menjanjikan karena dapat memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia di akhir tahun 1997, perekonomian Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan eceran. Di banyak Negara, termasuk Negara – Negara industri terkemuka seperti Prancis, Inggris, dan AS.

Pasar ritel terus tumbuh sebagai akibat dari perkembangan berbagai bidang. Pasar ritel yang tumbuh secara nasional tidak saja menguntungkan peritel besar atau produsen barang ritel, melainkan juga para peritel kecil yang melayani masyarakat setempat. Bidang pertama yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel adalah perkembangan demografi. Jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan semua barang dan jasa meningkat.

Bidang sosial budaya masyarakat turut menjadi faktor pertumbuhan pasar ritel. Masyarakat yang semakin aktif dalam kehidupan sosial akan meningkatkan aktivitas pengadaan barang dan jasa guna memfasilitasi kegiatan mereka. Kebiasaan “dugem” atau “dunia gemerlap” sebagai contoh pola kehidupan sosial yang menuntut untuk selalu tampil fashionable melahirkan tumbuhnya deparment store.

Perkembangan dan peluang usaha bisnis ritel yang sangat besar membuat banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan usaha ritel dan hal ini mengakibatkan pesaingan antar ritel yang terjadi di semua tingkat, mulai dari tingkat perusahaan ritel besar bersaing dengan perusahaan ritel besar lainnya, peritel skala menegah bersaing dengan peritel yang sekelas dengannya, hingga pada tingkat mikro antara sebuah warung dan warung lainnya. Bukan hanya itu saja, peritel dari suatu kelas tidak hanya bersaing dengan peritel sesama kelasnya tapi juga dengan peritel dari kelas yang berbeda, misalnya suatu supermarket tidak cuma bersaing terhadap supermarket yang lain, tetapi juga terhadap hypermarket atau minimarket yang kebetulan lokasinya tidak berjauhan.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Ø  Apakah definisi ritel ?
Ø  Apa saja yang termasuk klasifikasi bisnis ritel ?
Ø  Apa pengaruh bisnis ritel terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah siantar






BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 DEFINISI RITEL

Retail adalah penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari bahasa Perancis yaitu " Retailer" yang berarti " Memotong menjadi kecil kecil" (Risch, 1991). Sedangkan menurut Gilbert (2003) Retail adalah Semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi.

Dalam kamus Bahasa Inggris - Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai "Eceran". Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan. Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994).

II. 2 KLASIFIKASI RITEL

Berdasarkan tingkat modernitas, bisnis ritel dapat diklasifikasikan dalam ritel tradisional dan ritel modern. Klasifikasi tersebut umumnya dipersempit pengertiannya hanya pada in-store retailing yaitu bisnis ritel yang menggunakan toko untuk menjual barang dagangannya. Termasuk regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel cenderung menggunakan pendekatan tersebut.
Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut:
Ø Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Ø Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.

Batasan Toko Modern dipertegas di pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan sebagai berikut: a) Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi);
b) Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
c) Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
d) Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi);
e) Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

Kotler (1997:171-175) memberikan gambaran lebih utuh dengan membagi perdagangan eceran menjadi pengecer toko (store retailing), penjualan eceran tanpa toko (nonstore retailing), dan berbagai organisasi eceran (retail organizations).
Pengecer Toko (Store Retailing), jenis-jenisnya adalah: toko khusus (specialty stores); toko serba ada (deparment stores); pasar swalayan (supermarkets); toko kelontong (convenient stores); toko diskon (discount stores); pengecer potongan harga (off-price retailers) terdiri dari toko pabrik (factory outlets), pengecer potongan harga independen (independent offprice retailers), dan klub gudang (warehouse clubs)/ klub grosir (wholesale clubs); toko super (superstores) terdiri dari toko kombinasi (combination store) dan pasar hiper (hypermarket); dan ruang pamer katalog (catalog showrooms).

Penjualan Eceran Tanpa Toko (Nonstore Retailing), jenis-jenisnya adalah: penjualan langsung (direct selling), terdiri dari penjualan satu-satu (one-to-one selling), penjualan satu ke- banyak/ pesta (one-to-many (party) selling), pemasaran bertingkat/ jaringan (multilevel network) marketing); pemasaran langsung (direct marketing), termasuk di dalamnya pemasaran lewat telepon (telemarketing), pemasaran tanggapan langsung lewat televisi (program home shopping dan infomercials), dan belanja elektronik: penjualan otomatis (automatic vending): dan jasa pembelian (buying service).

Organisasi Eceran (Retail Organizations), jenis-jenisnya adalah: jaringan toko korporat (corporate chain stores); jaringan sukarela (voluntary chain); koperasi pengecer (retailer cooperative); koperasi konsumen (consumer cooperative); organisasi waralaba (franchise organization); dan konglomerat perdagangan (merchandising conglomerate).

II.3 Pengaruh Bisnis Ritel Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Siantar
METROSIANTAR.com, SIANTAR – Kota Pematangsiantar saat ini ‘dikepung’ mini market. Hampir di seluruh jalan protokol telah berdiri mini market seperti Indomaret dan Alfamaret. Bahkan, posisi pasar swalayan itu tidak memperhitungkan jarak antara toko modern dengan kedai kelontong yang telah ada.
Dari pantauan METRO, sejumlah pasar swalayan yang tidak memperhitungkan jarak dengan kedai kelontong yang telah ada, antara lain di Jalan Sisingamangaraja Simpang Kelapa Dua. Di sana, telah hadir Indomaret dan Alfamaret. Tapi jauh sebelum super market itu hadir, di sana juga sudah berdiri dua warung kelontong.
Saat ini, sedikitnya 17 Indomaret dan 6 Alfamart sudah beroperasi di Siantar, sesuai data yang diperoleh METRO dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Kota Pematangsiantar. Kondisi ini dikhawatirkan membuat pemilik kedai kelontong kalah saing. Sebab barang yang dijual di kedai kelontong juga ada di pasar swalayan. Sementara, tidak sedikit di antara mereka yang menggantungkan hidup dari mengelola kedai yang menjual segala kebutuhan sehari-hari.
Salah seorang pemerhati di Kota Siantar Bonatua Naipospos, mengatakan, pemerintah seharusnya lebih dulu melihat situasi dan kondisi di lapangan sebelum memberikan izin membuka usaha mini market. Sebab, sekarang ini banyak usaha pasar swalayan hadir di tengah-tengah pedagang kecil atau PKL. “Wali kota harus memikirkan nasib pedagang kecil,” ujarnya.
Bonatua menjelaskan, berdasarkan Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pada pasal 4 ayat (1) disebutkan, toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial, ekonomi masyarakat sekitar, serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada.
Ia menambahkan, kalau memang kehadiran mini market membuat Kota Pematangsiantar berkembang lebih baik, sebaiknya didirikan di daerah pinggiran sekaligus untuk mendukung perluasan kota.
“Pemberdayaan ekonomi rakyat dengan kehadiran Indomaret dan Alfamart, akan terus melemah karena kalah saing,” katanya.
Menurut dia, kehadiran Indomaret dan Alfamart tidak akan menciptakan pengusaha-pengusaha baru.
Namun, menurut Kepala Toko Indomaret Jalan Patuan Anggi Yossua Purba, selama ini tidak ada pedagang dan masyarakat yang keberatan dengan berdirinya Indomaret dan Alfamaret di sekitar Pasar Dwikora itu.
Sekalipun toko yang menjual segala perlengkapan masyarakat di sana buka selama 24 jam. “Sampai saat ini tidak ada pedagang dan masyarakat yang keberatan dengan kehadiran Indomaret di Jalan Patuan Anggi,” kata Yossua.
Wahyu, Kepala Toko Indomaret di Jalan Merdeka, mengatakan, masyarakat di sana merasa senang karena untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari lebih mudah dijangkau dengan jarak tempuh yang tidak memakan waktu. “Kebetulan di sekitar kita tidak ada pedagang kecil, PKL, atau grosir. Itu yang membuat kita mendapat dukungan,” kata Wahyu.
Ketika ditanya apakah mereka menjual produk lokal, Wahyu mengatakan ada beberapa jenis barang dari Asli Kota Siantar seperti produk dari STTC yaitu good day, torabika, coffee mix, nescafe mochaccino dan max creamer. Kemudian dari Siantar Top, ada french fries dan untuk jenis rotinya brio go potato.
Pemerintah Harus Atur Jarak
Pengamat ekonomi Drs Anggiat Sinurat MSi menjelaskan, pemerintah harus melindungi pedagang kelontong dimana mereka sudah sejak awal berdiri dan dengan usahanya tersebut pemilik kelontong menggantungkan hidupnya dari berjualan.
“Pemerintah harus mengatur jarak untuk swalayan ini, jangan membunuh pedagang kelontong yang sudah lebih dulu ada,” kata dosen di salah satu universitas di Siantar itu.
Dia mengatakan, selain pengaturan jarak, pemerintah seharusnya tidak memutus mata rantai perdagangan. Seharusnya pasar modern ini mampu menghidupi pedagang kecil. “Jangan sampai pedagang kecil menjadi kehilangan pasarnya karena adanya pasar modern ini,” jelasnya.
Memang sejauh ini masyarakat Siantar masih memerlukan mini market. Dan banyaknya investor yang menanamkan modal membangun minimarket, sejauh ini masih sejalan dengan banyak peminatnya.
Sinurat mengatakan, seharusnya keberadaan minimarket bisa mendatangkan keuntungan bagi pedagang kecil, misalnya menyediakan barang dagangan dengan harga yang lebih murah. “Minimarket harus memberikan keuntungan kepada pedagang kecil, misalnya menyediakan barang dengan harga lebih murah, sehingga mata rantai perdagangan tetap terjaga dan pedagang tidak mengalami penurunan penjualan,” jalasnya.
Pedagang Lokal Terancam
Menurut pengamat ekonomi Antonius Gultom, kehadiran pasar modern yang saat ini sudah menjangkau ke tingkat kelurahan akan menjadi ancaman terhadap pedagang lokal. Salah satu strategi yang dilakukan pasar modern adalah menurunkan harga. “Walaupun perbedaannya hanya Rp100 tapi itu sangat berpengaruh.
Sementara perputaran uang level atas semakin meningkat, namun level atas yang dimaksud adalah para owner yang keberadaannya di luar daerah. “Intinya, uang masyarakat yang berbelanja di pasar modern perputarannya tidak di Siantar dan kemudian didrop ke luar daerah,” katanya.
Dapat Menggeser Nilai Budaya Lokal
Dari apek sosial budaya, Januarison Sumbayak, salah satu tokoh budaya di Kota Siantar, menuturkan, sebenarnya sosial budaya itu tetap terpelihara dengan adanya pasar tradisional. Pasar tradisional dianggap berperan penting dalam mempertahankan budaya lokal itu sendiri.
“Di pasar tradisional itu ada terjadi interekasi komunikasi yang intens; karena ada terjadi tawar menawar, sehingga lebih mengedepankan pendekatan secara kekeluargaan,” ujarnya.
Januarison menyimpulkan, maraknya pasar modern ini sangat berpengaruh dan dapat menggeser nilai-nilai budaya lokal. Sehingga bila tidak diantisipasi, maka pasar modern merupakan ancaman bagi budaya lokal itu sendiri.
Kehadiran pasar swalayan juga telah menjadi pusat perhatian di lembaga DPRD. Sebab hampir di setiap rapat paripurna, Fraksi PDI Perjuangan merekomendasikan kepada pemerintah kota agar dibuat aturan khusus tentang pembatasan pendirian pasar modern.
Sebab, pasar modern dianggap menjadi ancaman bagi masyarakat lokal yang memeroleh kehidupan dari pasar tradisonal. Akan tetapi pemerintah kota justru berbeda. Pemko menganggap kehadiran pasar modern adalah salah satu perwujudan kota siantar menjadi kota yang semakin maju dan perekonomian yang lebih meningkat.
Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme pendirian pasar modern ini? Kepala Dinas Perizinan Pelayanan Terpadu (PIT) Esron Sinaga menerangkan, aturan pembatasan jumlah pasar modern termasuk juga lokasi pendirian, tidak ada. Dengan demikian, pasar modern boleh membuka usahanya sepanjang persyaratan dipenuhi.
Diterangkan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah SIUP Perusahaan, surat persetujuan dari kantor kelurahan dan kecamatan, akta pendirian perusahaan, IMB dari pemilik gedung. “Kalau itu sudah lengkap maka diuruslah ke PIT untuk mendapatkan HO dan surat lainnya. Tapi pastinya akan ditinjau dicek dulu ke lokasi,” katanya.
Menurutnya, semua pasar modern selalu mematuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh pemerintah.
Esron mengatakan, tidak ada perda atau aturan lain yang mengatur tentang pembatasan lokasi pendirian pasar modern, sehingga kahadiran investor dalam menanamkan modalnya tidak bisa dihempang.
“Bahkan pemeritah pusat menganjurkan supaya pemerintah daerah memberikan kemudahan kepada investor untuk menanamkan modalnya. Jadi kehadiran investor menjadi kebanggaan bagi kita. Mereka masih mempercayai Kota Siantar sebagai kota yang layak untuk berinvestasi,” kata Esron.
Sedangkan untuk kemitraan antara pengusaha pasar modern dengan masyarakat lokal, menurut Esron memang harus dijalin. Seperti di daerah lain, masyarakat lokal menerima kehadiran pasar modern karena produk lokal dapat dipasarkan di pasar modern.
Namun di Kota Siantar sepertinya masyarakat yang memiliki produk masih enggan melakukan komunikasi dan bermitra dengan pelaku usaha pasar modern. “Sebenarnya mereka terbuka dan siap menerima tapi yang saya lihat masyarakat masih enggan. Sehingga ini yang harus diperhatikan,” ujarnya. Berapa PAD dari pendirian pasar modern Indomaret dan Alfamart?
Kepala Bidang di Dinas Pendapatan, Ronni, mengatakan, pemerintah daerah hanya menerima pajak reklame dan pajak parkir kendaraan sesuai perda. Sementara PPN dan PPH langsung ke pemerintah pusat. “Satu Indomaret, pajak reklamenya per tahun sekitar Rp1,8 juta. Kemudian pajak parkir sekitar Rp150 ribu. Namun tidak semuanya sama, ada juga yang berdasarkan lokasi. Kalau di pusat kota, biaya reklamenya akan semakin besar,” ujar Roni.
Tak Ada Izin, Jangan Beroperasi
Pemkab Simalungun menegaskan, para pengusaha pasar swalayan seperti Indomaret dan Alfamart agar tidak mengabaikan undang-undang, khususnya peraturan daerah (Perda). Tanpa izin, pasar swalayan dilarang beroperasi.
“Pengawasan tetap dilakukan. Hingga saat ini tidak sampai 12 izin yang kita proses ataupun sudah terbit. Makanya dilarang beroperasi sebelum seluruh izin terbit, karena pada faktanya dibanding kota lain, mini market ini sudah beroperasi dan mengurus izin di kemudian hari, itu tidak boleh,” tegas Kepala Kantor Pelayanan Izin Terpadu (PIT) Simalungun Jon Suka Jaya Purba, Rabu (29/1) lalu.
Jon Suka Jaya mengatakan, pihaknya tidak pernah mempersulit pengurusan izin untuk pendirian mini market sepanjang ada rekomendasi lurah ataupun camat dari lokasi rencana beroperasi. “Itu mutlak harus diperoleh hingga selanjutnya berproses di PIT dan dinas lainnya,” ujarnya. “Setidaknya saling menghargai peran masing-masing. Pemkab tidak akan menghalang-halangi jika sesuai prosedur,” ujar Jon Suka lagi.
Menurutnya, dalam hal penerbitan izin pada Indomaret dan Alfamart, Pemkab Simalungun memedomani Perpres 112/2007 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern dan Permendag Nomor:53/M-dag/Per/12/2008. Peraturan ini menjadi landasan dalam penerbitan izin di daerah Simalungun, karena sesuai perpres dan permendag itu, pemilik usaha wajib memerhatikan lingkungan dan mendapat persetujuan warga sekitar tempat usahanya, termasuk persetujuan dari para pedagang sekitar, rekomendasi camat dan lurah tadi.
“Jika salah satu diantaranya belum dimiliki pengusaha, pastinya akan sulit dan sama sekali syarat mutlak itu menjadi halangan penerbitan izin operasi karena bangunan tidak akan bisa berdiri jika rekomendasi itu belum dipenuhi atau syarat untuk izin mendirikan bangunan (IMB). Sedangkan izin tempat usaha (SITU) tetap rekomendasi yang dikeluarkan camat,” terang Jon Suka Jaya.
Harus Realistis
Salah seorang pengusaha muda Suroso (35), warga Jalan Ade Irma Suryani, Kelurahan Martoba, Siantar Utara, menuturkan bahwa perkembangan Indomaret dan Alfamart di Kota Siantar ini yang semakin ramai, adalah kenyataan yang harus disadari para pedagang kecil agar lebih pintar menjalankan usaha.
Menurut Suroso, kehadiran pasar swalayan itu harus dijadikan motivasi bagi pedagang kecil agar mengembangkan usaha secara lebih professional, sehingga tidak kalah bersaing di pasaran.
“Sebagai pedagang kecil, kita jangan hanya merengek, karena banyak pedagang besar menjamur seperti Indomaret dan Alfamart di Kota Siantar ini. Pedagang besar itu tidak akan memengaruhi dagangan kita yang kecil, ketika kita pintar dalam berdagang dan menjaga para pelanggan serta perlahan-lahan mengembangkan usaha kecil kita,” ujar pengusaha bengkel di Jalan Ade Irma ini.
Suroso berpendapat, hal itu merupakan salah satu indikator bahwa perputaran uang cukup tinggi di Kota Pematangsiantar. “Jadi tak heran jika para pegadang besar menginvestasikan modal membuka Indomaret dan Alfamaret di Siantar ini,” tandasnya.
“Sebagai pedagang, kita harus realistis menghadapi perkembangan zaman, kehidupan dalam dunia perdagangan. Siapa memiliki modal besar itulah akan akan mendapat keuntungan besar. Itu harus kita akui dan kemajuan zaman ini memang tidak bisa dielakkan. Jadi, kita memang sudah harus mengembangkan usaha kita agar tidak kalah saing,” ujarnya dan menyarankan kepada para pegadang harus mengumpulkan keuntungan yang kecil untuk membuka usaha yang bersaing.
Suroso menegaskan, yang terpenting adalah bagaimana agar Pemerintah Kota Pematangsiantar membimbing para pedagang kecil bisa lebih pintar menjalankan usaha, serta membantu para pedagang kecil dengan memberikan pendidikan dan bantuan modal.
Menanggapi kehadiran pasar swalayan yang tidak memperhitungkan jarak dengan kedai kelontong yang telah ada, dosen Pasca Serjana USI Prof DR Marihot Manullang, mengatakan, pemerintah daerah harus membuat peraturan yang tegas mengenai radius maupun jarak antara Indomaret dan Alfamart dengan para kedai kelontong yang sudah ada. “Kalau radiusnya sudah diatur dengan pedagang kecil dan juga sesama Indomaret maupun Alfamart, maka kehadiran Indomaret dan Alfamart tidak akan mengganggu pedagang kecil di Kota Siantar ini,” ujarnya.














BAB III

PENUTUP
                                                                                                
III.1 KESIMPULAN

Retail bisa juga di artikan sebagai "Eceran". Retail adalah Semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. bisnis ritel dapat diklasifikasikan dalam ritel tradisional dan ritel modern.

Bisnis ritel yang saya bahas di sini adalah bisnis ritel pada Alfamart dan Indomaret yang berada di daerah Siantar. Bisnis tersebut telah menjalar di berbagai daerah di Siantar dan telah menimbulkan dampak yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Persebaran gerai Alfamart dan Indomaret ini pada satu sisi memiliki dampak yang baik, hal ini dibuktikan dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan menciptakan investasi, namun di sisi lain hal ini dapat mematikan usaha pedagang kecil di dekatnya seperti toko, warung grosiran, pedagang kaki lima, dan sebagainya yang disebabkan oleh lokasi gerai-gerai Alfamart dan Indomaret yang letaknya begitu berdekatan dengan usaha-usaha kecil masyarakat di daerah tersebut, sehingga menimbulkan ketimpangan daya saing yang dirasakan oleh pedagang kecil.




III.2 DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar