Selasa, 19 November 2013

sejarah ayam bakar mas mono



JALAN BERLIKU JURAGAN
AYAM BAKAR MAS MONO
Hanya dengan berbekalnya ijazah SMA dan mengawali perjuangannya dengan menjadi office boy dan berjualan roti pisang keliling. Namun hanya berselang delapan tahun Agus Pramono mampu menjadi juragan ayam bakar yang omsetnya ratusan juta perbulan.
Urip kaya cakra manggilingan, itu ungkpan para dihalang ketika mengupas filosofi hidup manusia. Artinya hidup ini ibarat roda yang berputar terkadang diatas terkadang dibawah. Filosofi hidup itulah yang dimaknai secara mendalam oleh Agus Pramono, Bos Ayam bakar Kalasan ( Mas Mono ) yang kini mempunyai tujuh outlet dan tersebar di berbagai wilayah di jakarta dan melayani jasa catering untuk Antv, Trans TV dan TV7.
Sempat di tempa kerasnya hidup di ibukota selama lebih dari satu dasawarsa, akhirnya Mas Mono bisa menjadi juragan ayam bakar. Dalam sehari tak kurang dari 600 ekor ayam ia sajikan untuk para pelanggannya, yang terentang dari golongan bawah sampai atas.
Mono hijrah dari madiun ke jakarta pada tahun 1994, setamat dari sekolah menengah atas di kota brem tersebut. Di jakarta Ia bekerja sebagai karyawan restorant cepat saji California Fried Chicken sebagai coocker.
Tiga tahun kemudian atau 1997 ia keluar dari CFC, untuk memegang operasional rumah makan yang melayani jasa catering even-even khusus. kebetulan pada tahun itu, properti mengalami booming sehingga banyak sekali peluncuran perumahan-perumahan yang membutuhkan jasa catering. Namun perjalanan hidup, tak ubahnya air yang pasang surut. akhir tahun 1997 atau awal 1998, krisis ekonomi mendera kawasan ASIA, termasuk Indonesia. Penyelenggaraan event-event yang semula booming, mulai lesu. Order yang mula antri justru berubah total , nyaris tak ada satupun order yang masuk.
Mono masuk barisan dari jutaan penduduk Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk menyambung hidupnya, Mono menulis puisi dan membuat vinyet untuk dikirimkan kesejumlah Media masa. ” Supaya bisa dimuat, puisi maupun vinyet itu saya antar sendiri ke redaksi,” kata mono mengenang masa-masa susah dalam hidupnya.
Mono berusaha untuk melamar ke sejumlah perusahaan. Namun tidak ada satupun lamarannya yang membuahkan hasil. pada tahun 1998, dengan rekomendasi dari seorang temannya, mono diterima sebagai office boy di sebuah perusahaan konsultan. pekerjaan mono sehari-hari adalah menyapu, mengepel dan memfotocopi dokumen, namun, disela-sela mengerjakan tugas pokoknya tersebut, mono belajar untuk mengoperasikan komputer. setelah berhasil mengoperasikan komputer ia mencari hasil tambahan dengan melayani jasa pengetikan skripsi.
Meski sudah berusaha keras untuk mendapatkan hasil tambahan, tetapi tuntutan ekonomi berkembang jauh lebih pesat, sehingga mono merasa posisinya sebagi karyawan tidak bisa dipertahankan lagi. Ia berfikir untuk keluar dan memulai usaha sendiri.
Dengan modal yang cekak membuatnya berfikir keras, usaha apa yang cepat mendatangkan uang sehingga bisa menambal kebutuhan sehari-hari. Terlintas dibenaknya untuk membuat warung makan seperti yang berada di dekat kantornya. Namun dengan uang Rp 500.000 di tangan jelas tidak cukup dijadikan modal untuk mendirikan warung makan.
Dengan dana yang ada usaha jualan pisang coklat merupakan pilihan yang masuk akal. Ia membelanjakan sebagian dari uangnya untuk uang muka membeli gerobak dan sisanya untuk membeli bahan baku. mulailah mono mendorong gerobaknya dan menjajahkan pisang coklat dari satu sekolah dasar ke sekolah dasar lainnya. “Setiap SD jam istirahatnya berbeda. Saya selalu berpindah-pindah menyesuaikan jam istirahat beberapa SD,” ujar Mono.
Di tengah kesulitan hidup, mono mengambil keputusan berani untuk menyunting pujaan hatinya, Nunung, yang kini telah memberinya buah hati Novita Anung Pramono. Pasangan muda ini hidup di satu kamar kontraakan dan tidur hanya beralaskan tikar tanpa kasur , agar sedikit empuk mono menganjal tikarnya dengan kardus-kardus bekas.
Profesi sebagai penjual pisang coklat masih ia geluti. kalau dagangannya masih sisa, maka pada sorenya ia ngetem di depan universitas Sahid. Untuk meringankan beban suaminya Nunung mengambil pekerjaan dari subkontraktor kardus sepatu. ” Saya kasihan sekali melihat istri kecapeaan setelah melipat-lipat kardus sepatu,” ungkap Mono.
Pada suatu hari di tahun 2000, Mono melihat ada lapak di depan Usahid yang tidak terpakai. Mimpinya untuk memiliki warung ayam bakar kaki lima kembali menyeruak. didukung istrinya yang jago memasak mono mulai beralih profesi menjadi penjual ayam bakar. Pertama kali jualan mono membawa 5 ekor ayam yang ia jadikan 20 potong. pada waktu itu yang laku hanya 12 potong, tetapi saya sudah sangat bersyukur memiliki lapak saja saya merasa bermimpi, imbuhnya.
Kombinasi antara menu yang enak dan ketekunan, sedikit demi sedikit ayam bakar mas mono membuahkan hasil. hari demi hari, minggu berganti minggu, tahun beranjak tahun ayam bakarnya semakin laris. warungnya yang semula hanya menghabiskan lima ekor ayam sudah mampu menjual 80 ekor ayam per harinya. karyawan yang semula hanya satu orang bertambah menjadi beberapa orang.
“Meskipun warung saya hanya kaki lima, namun saya menerapkan standar operasional rumah makan besar. Karyawan memakai seragam, tidak memelihara kuku panjang, tidak berkumis dan tidak berjenggot,” terang mono.
Lantaran adanya standar tersebut, Warung mono menjadi terlihat berbeda dibanding warung kaki lima lain sehingga warung tersebut mengalami pertumbuhan pesat. Meski kondisi ekonomi semakin membaik, sang istri tidak tinggal diam. Sang istri berjualan nasi uduk di dekat sebuah kantor di jalan MT Haryono. warung nasi uduk yang buka antara pukul 06.00 – 10.00 pada saat itu sudah meraup omset 800 ribu perhari.
Agaknya jalan terang terus terhampar. setelah satu pelanggannya, presenter dunia lain Trans TV, menyarankan agar mono menawarkan jasa catering ke stasiun televisi tersebut. ternyata tanpa melalui peroses berliku-liku mono mendapat proyek itu, tak lama kemudian Antv dan TV 7, memesan catering dari pria yang hobi memodifikasi sepeda motor ini.
Pada sisi lain, mono juga melakukan ekspansi warungya. Dari salah satu pelanggannya ia mendapatkan penawaran tempat di jalan Tebet raya No.57, meski hanya kecil. Di tempat ini mono hanya bisa menempatkan 2 bangku kecil, tetapi di luar dugaan pelayannya membludak sehingga mereka rela makan sambil berdiri. setelah sukses di tempat ini mono mengusung nama ayam bakar kalasan mas mono untuk jualannya. sebelumnya, ia tidak memakai merek untuk warungnya.
Untuk menampung pelanggannya mono kembali membuka warung di jalan Tebet Timur Dalam. lagi-lagi warung ini juga dipenuhi oleh pelanggan. Bukan hanya pelanggan lama, tetapi juga pelanggan baru, tetapi juga pelanggan baru sehingga warung ini yang semula diniatkan menampung pelanggan lama, malah bisa memperluas pasar lagi. Kini keseluruhan warung Mas Mono mencapai tujuh. selain yang disebut di atas Mono juga memiliki warung di jalan Panggadegan Selatan Raya, Jalan pulo Nangka Barat II, jalan Inspeksi Saluran E 26 Kalimalang dan kampus ASMI pulo mas.
Namun Mono sendiri mengaku sampai saat ini belum memiliki rumah dan mobil pribadi. Tiga mobil yang ia miliki adalah mobil operasional. sedang rumahnya masih kontrak. Namun sejatinya, dari omset satu bulan saja mono mampu membeli rumah ataupun mobil pribadi sekaligus.”Duitnya mengembangkan usaha Mas,” katanya seraya mengatakan dalam pengembangan usaha ia tidak pernah berhubungan dengan lembaga keuangan.
Sukses di mata mono tidak harus memiliki rumah mentereng atau mobil keren, melainkan apa yang menjadi kebutuhannya terpenuhi. “Mungkin orang lain memiliki pengertian lain tentang sukses adalah ketika seseorang bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya,” ujarnya kalem.
Kunci sukses, kata Mono, adalah penerapan dari kata-kata mutiara yang sering diucapkan oleh banyak orang “Dimana ada kemauan di situ ada jalan. mungkin kata-kata itu sangat sederhana dan mungkin setiap orang sudah tahu tentang itu. tetapi kalau benar-benar di terapkan bisa menuntun hidup seseorang kearah yang lebih baik. saya merasakan sendiri kebenaran kata-kata itu,” Tegas MAs Mono
Sumber : http://ayambakarmasmono.wordpress.com/sejarah-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar